Sebagai informasi, menurut Social Media Victims Law Center (SMVLC), sekstorsi adalah suatu bentuk pelecehan seksual yang terdistribusi melalui media online.
Kejahatan dilakukan dengan meminta korban mengirimkan foto atau video eksplisit kepada pemeras.
Lalu, ketika korban keberatan mengirimkannya lagi, pemeras mengancam akan membeberkan konten eksplisit korban yang sudah pernah diterimanya. Kecuali, jika korban menuruti kemauan pemeras.
Pada waktu yang berbeda, Ellen Kusuma, Konsultan Keamanan Digital, juga menjelaskan bahwa perempuan adalah pihak yang paling rentan dari terjadinya kebocoran data pribadi.
Hal tersebut ia sampaikan saat diwawancarai PARAPUAN (30/11/2023), ketika terjadi kasus kebocoran data pemilih saat pemilu.
Pada November 2023 lalu, terjadi kebocoran data pemilih di website Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Peretas anonim bernama Jimbo berhasil mengumpulkan data Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan nomor Kartu Keluarga (KK).
Baca Juga: Dugaan Kebocoran Data Pemilih, Ini Tindakan yang Bisa Perempuan Lakukan
Termasuk juga data pribadi berupa nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, alamat lengkap, hingga status pernikahan.
Nomor RT, RW, kode kelurahan, kecamatan, kabupaten, dan kode tempat pemungutan suara (TPS) juga berhasil dimiliki oleh pelaku peretasan.
"Apakah perempuan jadi pihak paling rentan? Tentunya iya karena data perempuan akan sangat mudah disalahgunakan untuk berbagai tujuan, terutama yang bersifat seksual atau penipuan online," terangnya lagi.
Lantas apa yang bisa dilakukan jika kebocoran data pribadi sudah terjadi?