Parapuan.co - Serangan ransomware yang menimpa Pusat Data Nasional (PDN) pada 20 Juni 2024, menimbulkan kepanikan publik akibat potensi kebocoran data.
Insiden ini mengakibatkan gangguan pada berbagai layanan publik, serta mengunci dan menyandera data milik 282 kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang tersimpan di PDN.
Hingga berita ini diturunkan, pemulihan penuh dari serangan siber tersebut masih belum tercapai.
“Kita berupaya keras melakukan recovery resource yang kita miliki. Yang jelas data yang sudah kena ransomware sudah tidak bisa kita recovery. Jadi sekarang menggunakan sumber daya yang masih kita miliki,” ujar Direktur Network dan IT Solution Telkom Herlan Wijanarko, Rabu (26/6/2024), seperti melansir via PARAPUAN.
Di sisi lain, menurut Surfshark, perusahaan virtual private network (VPN) dari Belanda, selama Januari 2020-Januari 2024, Indonesia masuk dalam negara sepuluh besar yang paling banyak mengalami kebocoran data.
Adapun dalam temuan tersebut, Indonesia menjadi negara dengan kebocoran data terbanyak ke-8 di dunia, dengan estimasi 94,22 juta akun bocor, pada periode Januari 2020-Januari 2024.
Parahnya, kebocoran data pribadi ini memperburuk kerentanan perempuan terhadap berbagai kejahatan siber atau cybercrime.
Dampaknya pun beragam, mulai dari penipuan dan pencurian identitas, manipulasi data, hingga kekerasan berbasis gender online (KBGO).
Adapun yang termasuk dalam jenis KBGO adalah pelecehan seksual online, doxing, seksisme online, cyberstalking, penghinaan dan pemfitnahan, persekusi online, hingga seksualisasi anak.
Baca Juga: Waspada! Lakukan 3 Hal Ini Untuk Mencegah Pembajakan WhatsApp
Menurut data dari Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), pada 2023 terdapat 647 aduan terkait KBGO di Indonesia.
Kasus-kasus ini melibatkan ancaman penyebaran konten intim non-konsensual (NCII), sekstorsim, dan NCII.
Source | : | Parapuan |
Penulis | : | Citra Narada Putri |
Editor | : | Citra Narada Putri |
KOMENTAR